BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR
BELAKANG
Etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional
auditor. Etika lebih luas dari prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup
prinsip perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan
praktis maupun tujuan idealstis. Kode etika profesional antara lain dirancang
untuk mendorong perilaku ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat
dilaksanaka. Kode etik ikatan akuntansi Indonesia di Jakarta pada tahun 1998 terdiri
dari :
- Prinsip
Etika
- Aturan
etika
- Interprestasi
aturan etika
Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional bagi anggota. Interprestasi aturan etika
merupakan interprestasi yang dikeluarkan sebagai panduan dalam penerapan aturan
etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pengembangan
kesadaran etis atau moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi
akuntan (Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap skeptisme profesional
akuntan. Faktor-faktor situasi berpengaruh secara positif terhadap skeptisme
profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko
tinggi (Situasi Irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap
skeptisme profesionalismenya.
- RUMUSAN
MASALAH
- Pelanggaran
Etika Profesi Akuntansi seperti apa yang dilakukan oleh PT. Metro
Batavia (Batavia Air) ?
- Bagaimanakah
solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut
- BATASAN
MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis menyesuaikan topik yang
relevan, yaitu membatasi masalah hanya menyangkut pada kasus pelanggaran etika
profesi akuntansi pada PT. Metro Batavia Air pada tahun 2012.
- TUJUAN
PENULISAN
- Untuk
mengetahui pelanggaran etika profesi akuntansi yang dilakukan oleh PT.
Metro Batavia Air.
- Untuk
mengetahui solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran
tersebut.
- METODE
PENULISAN
Dalam melakukan penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
kepustakaan
BAB II
PEMBAHASAN
- SEJARAH
PT. METRO BATAVIA ( BATAVIA AIR )
Batavia Air (Nama Resmi: PT. Metro Batavia) adalah sebuah maskapai
penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 januari
2002, memulai dengan 1 buah pesawat fokker F28 dan dua buah Boeing 2737-200.
Setelah berbagai insiden dan kecelakaan menimpa maskapai-maskapai
penerbangan di indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas
maskapai-maskapai tersebut. Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22
Maret 2007, Batavia Air berada diperingkat III yang berarti hanya memenuhi
syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan yang belum
dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan.
Akibatnya Batavia Air mendapat sanksi administratif yang akan di-review kembali
setiap 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan kinerja maka izin operasi penerbangan
dapat di bekukan sewaktu-waktu.
- KASUS
PAILIT PT. METRO BATAVIA (BATAVIA AIR)
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan
putusan Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air)
dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak
bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.
Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena
“force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease
Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian
tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.
Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68juta, yang jatuh tempo pada 13
Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC
mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa
membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan
tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.
Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti dan
utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan
menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan.
Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya
pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsure tersebut, maka
ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.
Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia
Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian.
Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan
untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidakmengajukan, maka pailit tetap,”
Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah
menghitung secarafinansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun
menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa
berkecimpung lagi di dunia penerbangan.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada
Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang
sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh,
Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).
“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan
Bandara di seluruh Indonesia? Untuk member penjelasan dan menangani
penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry
saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).
Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air.
“Kami sudah kirim informasi ini kebandara-bandara yang ada untuk melakukan
antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.
Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut
siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan
serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak
bertanggungjawab.
- ANALISIS
Siapa
yang melakukan:
Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)
Jenis
Pelanggaran :
Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb ditahun pertama, USD 470rb
di tahun kedua, USD 550rb ditahun ketiga dan ke empat, dan USD 520rb ditahun
kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari IFLC sebesar USD 4,68 juta ini jatuh
tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan
pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai
itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada
Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun
menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.
Bagaimana
:
Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”,
yaitu kalah tender pelayananan transportasi ibadah Haji dan Umroh. Hal ini
menjadi penyebab tersendatnya pembayaran. Karena pesawat yang disewa tersebut
diperuntukan melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji ke Mekkah dan
Madinah. Sehingga, sumber pembayaran pesawat berasal dari pelayanan penumpang
ibadah haji dan umroh.
Dampak/
Akibat :
Batavia Air sudah menghitung secara financial jumlah modal dan utang yang
dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak
bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calonpenumpang (Pembeli tiket)
Batavia Air menjadi terlantar padahari hari berikutnya.
Tindakan
Pemerintah :
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada
Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah
membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air
diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.
Faktor
Affecting Public :
Pada sisi Faktor Physical juga apakah Qualitas atau mutu Batavia Air sudah
termasuk dalam standar maskapai penerbangan Haji.
Sedangkan dalam faktor Competition banyak terdapat pesaing pesaing
lain atau maskapai lain yang lebih tinggi menawarkan tender, sehingga Batavia
mengalami kalah tender,
Dalam faktor Financial, dan Ekonomic juga permasalahan tersebut saya piker
pihak manajemen Batavia terlalu terburu buru dalam menentukan sewa
pesawat kepada (ILFC).
Lalu yang paling terpenting adalah Faktor Moral, dari sisi konsumen atau
penumpang yang sudah memesan Tiket pesawat juga terlantar begitu saat hari
berikutnya saat Batavia air di umumkan Pailit hal ini sangat merugikan calon
penumpang, dan Batavia Air harus mempertanggungjawab atas keterlantaran
penumpang tersebut.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas maka hasil yang dapat kami simpulkan
adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil
suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai
strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak Batavia
Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang
ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah
tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah
mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.